Friday, April 20, 2012

Earth Day, BBM dan Kartini


Terusik unek-unek Panji ‘the big picture’ yang ditulis di blognya http://www.pandji.com/bbm/ . Aku coba mengomentarinya dalam tulisan ini.

Soal BBM naik saya tidak setuju jika alasannya memudahkan pengalihan subsidi untuk pembangunan terutama perbaikan infrastruktur, pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Pertama, perbaikan infrastruktur jika si Panji itu hanya mengunjungi NTT sekali dan mampu mendapat gambaran tentang kondisi wilayah yang di’anaktirikan’ di negeri ini maka saat ini saya member gambaran lebih luas lagi dengan kondisi wilayah yang saya tinggali sejak lahir dan tak berbeda jauh seperti di NTT. Perbaikan infrastruktur yang setengah hati, jelas tak mendukung kemudahan aktivitas masyarakat di daerah ini. Dari Zaman Orla, Orba hingga Reformasi Kebablasan ini tak banyak yang berubah selain jumlah penduduk yang terus bertambah juga perilaku korup aparat Negara yang merajalela. Daerah yang terkenal sebagai zona konflik di pulau Sulawesi ini memang daerah yang jauh tertinggal dibanding wilayah Utara dan Selatan Sulawesi, saat inipun Gorontalo yang merupakan propinsi baru geliat berkembangnya sangat nampak semetara daerah yang saya tinggali ini seperti berlari di treatmill alias berlari-lari di tempat :D

Kembali ke soal infrastruktur, ada hal yang menarik disini ketika produksi Jagung di salah satu kabupaten melimpah namun terkendala mobilisasinya ke ibukota propinsi akibat kondisi jalan yang rusak dan memakan waktu tempuh yang cukup lama, kabupaten ini memilih memasarkan Jagungnya ke Gorontalo yang jika dikalkulasi secara ekonomi jauh lebih menguntungkan karena efisien dari segi waktu dan tenaga serta harga jualnya sebanding. Dan tak heran kemudian, Gorontalolah yang terkenal sebagai daerah penghasil Jagung bukan Sulawesi Tengah L
Jalan Trans Sulawesi Rusak Parah

Sekarang, mari bicara kenapa BBM naik tak berkorelasi langsung dengan perbaikan infrastruktur. Kalo BBM naik, secara otomatis harga barang juga pasti naik. Lihat saja, BBM belum naik harga barang sudah naik lebih dulu. Begitu pula dengan bahan bangunan, material untuk pembangunan infrastruktur juga pasti naik harganya dank arena perilaku korup di Negara ini udah membudaya bahkan menjadi penyakit kronis yang sulit disembuhkan, dana untuk pembangunan infrastruktur tadi juga pasti akan dikorupsi dan hasilnya adalah infrastruktur abal-abal yang mulusnya cuma sekejap rusaknya bertahun-tahun sampai ada lagi alokasi dana untuk perbaikan infrastruktur. Contoh sederhana, jalur pantura yang diperbaiki setiap tahun menjelang mudik lebaran dengan anggaran mencapai 200milyar bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara di wilayah timur Indonesia, tak semudah itu melakukan perbaikan infrastruktur, kalo ada jalan trans yang terputus akibat tersapu banjir atau longsor pasti warga setempat yang berinisiatif lebih dulu mempebaiki jalan tersebut baru kemudian pemerintah daerah turun tangan beberapa bulan kemudian setelah ada anggaran perbaikan dicairkan jika tidak, maka jalan darurat ini akan terus seperti itu.

Sekarang bicara soal Pelayanan kesehatan, tak berbeda jauh dengan infrastruktur. Program jamkesmas, askeskin, de el el sampai saat ini tak dinikmati langsung oleh masyarakat kurang mampu di negeri ini karena ternyata pejabat hingga penjahat seperti ‘Malinda Dee’ menggunakannya juga untuk operasi radang payudaranya. Di daerah saya, gak usah ditanya yang bisa akses layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah itu hanya orang-orang yang tabah mengurusi berbagai persyaratan administrasi dan jalur birokrasi yang ribetnya luar biasa alias selalu dipersulit dengan alasan itu sudah prosedurnya. Alhasil, si sakit harus merogoh koceknya dulu baru bisa mendapatkan layanan kesehatan.

Sektor Pendidikanpun tak mau kalah, coba cek bangunan sekolah di daerah saya berapa banyak yang layak dan yang tidak layak dijadikan tempat belajar mengajar perbandingannya 1:10. Selain itu listing penerima beasiswa di sekolah-sekolah pasti bukan golongan tidak mampu tetapi yang berprestasi sementara yang paling banyak berprestasi itu adalah anak-anak yang orangtuanya sanggup membelikan susu, makanan yang bergizi sehingga otaknyapun encer. Nah kalo BBM naik, boro-boro beli makanan bergizi buat beli beras aja susahnya minta ampun.

Berikutnya soal debat kusir para politisi atas kebijakan naiknya harga BBM, kalo naik turunnya harga BBM itu jadi komoditas politik semata ya jangan terjebak pada soal itu. Tetapi lebih melihat apa manfaatnya untuk rakyat jika BBM naik atau tidak, jika tidak bermanfaat dan justru lebih mencekik leher para rakyat ya sebaiknya ditolak kebijakan itu bukan karena alasan mendukung partai oposisi. Kalo alasannya soal subsidi, coba dicek dulu pengguna BBM bersubsidi paling besar di negara ini siapa? Rakyat menengah ke bawah, nah jika subsidinya dipangkas maka yang akan menjerit itu bukanlah pembuat kebijakan atau yang memangkas subsidi atau yang berdebat kusir soal kebijakan itu.

Nah, jika kenaikan BBM alasannya untuk pengembangan energy alternatif, pertanyaannya adalah sejauh mana ini efektif tanpa kebijakan pembatasan penggunaan BBM ataupun dengan pembatasan penggunaan BBM. Kalo BBM naik lalu ada pembatasan penggunaan BBM, sementara peralatan yang kita pake sehari-hari masih bergantung pada BBM itu ya sama saja nyuruh orang beli motor tapi harus jalan kaki:D  Akan tetapi pengembangan energy alternatif ini juga menarik jika diseriusi pemerintah yang tentu saja harus diikuti dengan alih teknologi agar dapat menungjang pemanfaatan energy alternatif tersebut. Yang jadi masalah, komitmen pengembangan energy alternatif itu hanya sebatas komitmen aplikasinya nol besar. Perbandingannya seperti kebijakan pengurangan emisi dengan menerbitkan inpres No.10 th.2011 tentang moratorium penebangan hutan sementara di saat yang bersamaan izin di sektor pertambangan dan perkebunan skala besar yang membuka kawasan hutan juga diterbitkan dengan alasan pembangunan ekonomi maka investasi harus tetap digenjot.

Kebetulan saat ini momen peringatan hari bumi atau Earth Day (22 April), energy alternatif memang pas dibicarakan sebagai bagian dari upaya menyayangi bumi yang kita tinggali ini. Sekilas mereview beberapa tahun lalu ketika seluruh dunia mulai dihebohkan dengan ancaman pemanasan global lalu perubahan iklim yang terjadi seketika itu juga semua orang mulai berbicara energy alternatif yang ramah lingkungan, semangat ‘go green’ mulai bermunculan begitu pula dengan biofuel, biodiesel, bioenergy mulai akrab terdengar di telinga. Namun belakangan surut karena harga energy alternatif ini sulit dijangkau dan semua orang masih menentukan pilihan pada energy fosil. Di negara penghasil energy seperti Indonesia inipun sulit menekan harga karena teknologinya masih tertinggal, padahal apa yang kita tidak miliki disini??? Ya, kita memiliki semuanya di negara yang kaya ini dari energy fosil hingga energy alternatif yang dapat diperbaharui itu kita miliki hanya saja kita tidak ber’HAK’ atasnya! Kenapa, karena semua sudah terjual, semua sudah tergadai. Blok Migas di Natuna, siapa yang menguasai? Blok Migas di Tiaka siapa yang menguasai? Blok Migas di Donggi Senoro siapa yang menguasai? Blok Migas di Surumana siapa yang menguasai? Jawabannya : Bukan Indonesia! Ironi bukan…L Ada yang cukup membuat iri dan harusnya pengambil kebijakan di negara ini resah, Blok Migas Donggi Senoro yang dikuasai Mitsubishi Jepang ternyata hasil produksinya mampu mengamankan pasokan energy negara matahari terbit itu sampai tahun 2022. Semetara Indonesia ?? justru mengalami krisis energy di seluruh wilayahnya dan entah kapan teratasi. Ya memang susah memprediksi kapan akan teratasi jika pemimpin negara ini selalu galau dan lebih sibuk membuat album..:p

Berhubung hari ini hari Kartini, saya coba menyinggung sedikit hubungan Earth Day, BBM dan Kartini. Di era yang katanya emansipasi ini, harusnya para Kartini-Kartini modern lebih peka pada soal-soal yang berhubungan dengan kepentingan rakyat banyak seperti polemik kebijakan naiknya harga BBM. Bukan hanya berlomba-lomba memenuhi kuota 30% perempuan di senayan, lalu jadi koruptor atau penonton atau bahkan sekedar pemanis ruang sidang. Juga tidak bangga hanya dengan kegiatan lomba masak-memasak pada peringatan hari Kartini atau fashion show yang lebih mengandalkan kecantikan tanpa isi kepala. Perempuan harus menjadi bagian penting dalam proses pengambilan kebijakan di negeri ini, karena jika BBM naik atau Bumi ini mengamuk alias terjadi bencana de es be… yang paling rentan menjadi korban adalah perempuan. Kartini modern tidak hanya cantik, tapi juga cerdas dan peka terhadap situasi di sekitarnya jika tidak seperti itu maka maka habis gelap, terangpun tak kunjung terbit.. :D

So, kenaikan harga BBM harusnya tidak terjadi sebelum negeri ini bersih dari koruptor, pengembangan energy alternatif serius dilakukan, proses alih technology telah disiapkan dan rakyatnya telah beradaptasi dengan baik, dan yang paling penting adalah negeri ini harus berdaulat atas sumber daya alamnya. Jika tidak seperti itu, maka BBM naik sama artinya dengan menggali kuburan sendiri. :)

3 comments:

Ojan Tolare said...

Energy dan Kartini...!!!
Hmmm... dua-duanya dibutuhkan, dan membutuhkan pengelolaan yg bijak...!!!

Mantap Mama Raka...!!!

Ojan Tolare said...

Energy dan Kartini...!!!
Hmmm... dua-duanya dibutuhkan, dan membutuhkan pengelolaan yg bijak...!!!

Mantap Mama Raka...!!!

Viana Judistiro said...

Thanks ya Ojan... :)